0

Tugas KKK

Posted by Ahmadsyafii003 on 11.10 in
PENEGAKAN HUKUM PEMBALAKAN LIAR
(illegal logging) DI KALIMANTAN
Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Kebijakan dan Kelembagaan Konservasi







Disusun Oleh :
Indah Resmiati            E34130030

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
TAHUN AJARAN 2014/2015



BAB I
PENDAHULUAN
1.1             Latar Belakang
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologika, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer Bumi yang paling penting (Nashikhun 2013). Indonesia adalah negara kepulauan terbesar yang memiliki hutan tropis terluas di dunia yang ketiga setelah hutan tropis Brazil dan Zaire di Afrika. Luas hutan tropis Indonesia adalah 120 juta hektar (menteri kehutanan mengklaim 138 juta ha). Sayang, menurut Alamendah (2009) laju kerusakan hutan di Indonesia juga sangat tinggi bahkan tercacat dalam buku rekor dunia Guinness 2008 sebagai negara yang hutannya paling cepat mengalami kerusakan (deforestasi).
Menurut data yang dipaparkan Muhammad Dahlan, peneliti Departemen Ekonomi, Soegeng Sarjadi Syndicated, Jakarta, selain kebakaran hutan, sumber kerusakan hutan lainnya adalah illegal logging. Menurut Dahlan, total kerugian dari illegal logging per tahunnya mencapai Rp 30 triliun atau Rp 2,5 triliun perbulannya. Laporan FAO tahun 1989, laju kerusakan hutan di Kalimantan mencapai lebih dari 600 ribu hektare per tahun. Ini paling tinggi dibanding pulau-pulau lainnya di Indonesia. Menurut Save Our Borneo (SOB), Juni 2008 sekitar 80 persen kerusakan hutan di Kalimantan karena pengembangan  sawit oleh perusahaan besar. Sekitar 20 persen karena pertambangan dan transmigrasi. Dari data yang dimiliki oleh World Wild Fund (WWF), provinsi Kalimantan Barat tercatat paling tinggi tingkat kejahatan illegal logging-nya.
1.2             Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui bahwa pentingnya konseravasi hutan di Indonesia, karena hutan merupakan aset masa depan untuk manusia. Tidak hanya menyediakan oksigen tetapi juga banyak manfaat lain yang berhubungan dengan eksistensi manusia di Bumi. Baik yang dirasakan secara lansung maupun tidak langsung seperti bahan pangan, kepentingan komersial, obat-obatan herbal dan yang lainnya.



BAB II
PEMBAHASAN
Illegal logging tidak di definisikan dengan jelas di dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan, hanya menjabarkan tindakan illegal logging yakni, mengerjakan dan atau menggunakan dan atau menduduki kawasan hutan secara tidak sah (illegal), merambah kawasan hutan, melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan, membakar hutan dan lain-lain. Menurut pendapat Haryadi Kartodiharjo, illegal logging merupakan penebangan kayu secara tidak sah dan melanggar peraturan perundang-undangan, yaitu berupa pencurian kayu didalam kawasan hutan Negara atau hutan hak (milik) dan atau pemegang ijin melakukan penebangan lebih dari jatah yang telah ditetapkan dalam perizinan.
Secara umum kebijakan dan hukum yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam tidak dapat dipisahkan dengan pengelolaan kawasan konservasi. Oleh karena kawasan konservasi merupakan bagian dari sumber daya alam, maka kebijakan dan hukum konservasi pun pada dasarnya merupakan bagian dari kebijakan dan hukum pengelolaan sumber daya alam. Sebagaimana diketahui bahwa sebenarnya peraturan perundang-undangan merupakan bagian dari kebijakan pemerintah (Sembiring 1998). Setelah berlakunya UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan terhadap perbuatan memanfaatkan kayu hasil hutan tanpa ijin pihak yang berwenang tersebut dikenakan pidana sebagaimana tercantum dalam pasal 50 dan pasal 78 UU No. 41 tahun 1999 yang notabene ancaman pidananya lebih berat dibandingkan dengan apabila dikenai pasal-pasal dalam KUHP (Utami 2010).
Pada dasarnya kejahatan illegal logging, secara umum kaitannya dengan unsur-unsur tindak pidana umum dalam KUHP, dapat dikelompokan ke dalam beberapa bentuk kejahatan secara umum yaitu :
1. Pengrusakan (Pasal 406 sampai dengan pasal 412).
2. Pencurian (pasal 362 KUHP)
3. Penyelundupan
4. Pemalsuan (pasal 261-276 KUHP)
5. Penggelapan (pasal 372 - 377KUHP)
6. Penadahan (pasal 480 KUHP)
            Hingga saat ini, belum ada peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang penyelundupan kayu, bahkan dalam KUHP yang merupakan ketentuan umum terhadap tindak pidana pun belum mengatur tentang penyelundupan (Utami 2010). Untuk mengatasi maraknya tindak pidana illegal logging  jajaran aparat penegak hukum (penyidik Polri maupun penyidik PPns yang lingkup tugasnya bertanggungjawab terhadap pengurusan hutan, Kejaksaan maupun Hakim) telah mempergunakan Undang-undang No. 41 tahun 1999 diubah dengan Undang-undang No 19 tahun 2004 kedua undang-undang tersebut tentang Kehutanan sebagai instrumen hukum untuk menanggulanggi tindak pidana illegal logging, meskipun secara limitatif undang-undang tersebut tidak menyebutkan adanya istilah illegal logging (Utami 2010).



BAB III
PENUTUP
1.1            Kesimpulan
Pemberian sanksi kepada orang-orang yang melakukan illegal logging dengan tegas sesuai dengan UU No 41 Tahun 1999 yaiyu tentang kehutanan baik yang berupa pidana penjara, pidana denda maupun pidana perampasan kepada pelaku tindak pidana illegal logging di Kalimantan.


DAFTAR PUSAKA
Utami T B, 2010. Tesis. Kebijakan Hukum Pidana dalam Menanggulangi Tindak Pidana Illegal Logging.Semarang (ID) : Universitas Diponegoro.
Sembiring S N, 1998. Kajian Hukum dan Kebijakan Pengelolaan Kawasan Konservasi di Indonesia : Menuju Pengembangan Desentralisasi dan Peningkatan Perans erta Masyarakat. Environmental Policy and Institutional Strengthening IQC.



0

Paper KKK

Posted by Ahmadsyafii003 on 21.32 in
KONSERVASI DAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT DI INDONESIA
Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Kebijakan dan Kelembagaan Konservasi




Disusun Oleh :
Indah Resmiati            E34130030

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
TAHUN AJARAN 2014/2015






ABSTRAK
            Indonesia merupakan negara kepulauan dengan daratan yang luas dan memiliki jenis tanah yang berbeda-beda. Salah satunya adalah tanah gambut yang luasnya sekitar 20,2 juta ha. Lahan gambut harus dilestarikan, karena lahan ini mempunyai daya menahan air yang tinggi sehingga berfungsi sebagai penyangga hidrologi areal sekelilingnya dan sebagai penambat karbon, sehingga berkontribusi mengurangi gas kaca di atmosfer. Selain itu lahan gambut bisa dimanfaatkan baik di bidang pertanian maupun non pertanian. Oleh karena itu penulis memilih tema ini karena lahan gambut perlu perhatian khusus, karena tanah ini tidak seperti jenis tanah lainnya. Diperlukan kehati-hatian dan perencanaan yang matang apabila akan mengkonversi lahan gambut tersebut. Apabila dikelola dengan baik dan benar lahan gambut bisa membantu kelangsungan hidup manusia.












BAB I
PENDAHULUAN
1.1             Latar Belakang
Luas lahan gambut di Indonesia sekitar 20,2 juta ha yang tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Papua dengan kedalaman dan masa jenis berbeda-beda. Lahan ini diperkirakan menyimpan lebih dari 30 miliar ton karbon (kementrian kehutanan 2008). Meskipun lahan gambut hanya 0,25% dari wilayah dunia, lahan gambut menyimpan kira-kira 3% dari keseluruhan karbon dan sedikitnya 20% dari keseluruhan cadangan karbon gambut dunia dan separuh dari lahan gambut tersebut berada di Indonesia (Carol, Ganga dan Doris 2009). Lahan gambut sendiri adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik C-organik > 18% dengan ketebalan 50 cm atau lebih. Bahan organik penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa tanaman yang belum melapuk sempurna karena kondisi lingkungan jenuh air dan miskin hara. Oleh karenanya lahan gambut banyak di jumpai di daerah rawa belakang (back swamp) atau daerah cekungan yang drainasenya buruk (Agus dan Subiksa 2008). Meskipun begitu lahan gambut harus dilestarikan karena memiliki fungsi dan manfaat untuk kelangsungan hidup manusia.

1.2             Tujuan dan Manfaat
Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui bahwa pentingnya sumberdaya alam hayati untuk dilindungi, merencanakan upaya pengelolahan sumberdaya alam seperti lahan gambut agar terhindar dari kerusakan serta pemanfaatan dan pengelolaan lahan secara benar dan baik.










BAB II
PEMBAHASAN
konservasi selalu berhubungan dengan suatu kawasan, kawasan itu sendiri mempunyai pengertian yakni wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya, apabila suatu kawasan tidak terpelihara maka akan terjadi kerusakan dan kemusnahan. Lahan gambut merupakan lahan yang memiliki banyak fungsi dan manfaat. Menurut Andriesse (1988), fungsi lingkungan lahan gambut antara lain berkaitan dengan masalah daur karbon, iklim global, hidrologi, perlindungan lingkungan dan penyangga lingkungan. Kepadatan karbon di lahan gambut berhutan dapat mencapai 5-10 kali lipat dibandingkan dengan tanah mineral berhutan dalam satuan luas yang sama tergantung kedalaman gambutnya. Menurut Radjagukguk (2003) lahan gambut tropika yang terdapat di Indonesia dicirikan oleh antara lain :
1.      Biodiversitas (keragaman hayati) yang khas dengan kekayaan keragaman flora fauna.
2.      Fungsi hidrologisnya, yakni dapat menyimpan air tawar dalam jumlah yang sangat besar. Satu juta lahan gambut tropika setebal 2 m ditaksir dapat menyimpan 1,2 juta m3.
3.      Sifatnya yang rapuh (fragile) karena dengan pembukaan lahan dan drainase (reklamasi) akan mengalami pengamblesan (sub-sidence), percepatan peruraian dan resiko pengerutan tak balik (irreversible) serta rentan terhadap bahaya erosi.
4.      Sifatnya yang praktis tidak terbarukan karena membutuhkan waktu 5000- 10.000 tahun untuk pembentukannya sampai mencapai ketebalan maksimum sekitar 20 m, sehingga taksiran laju pelenggokannya adalah 1 cm/ 5 tahun, dibawah vegetasi hutan.
5.      Bentuk lahan dan sifat-sifat tanahnya yang khas, yakni lahannya berbentuk kubah keadaannya yang  jenuh atau tergenang pada kondisi alamiah serta tanahnya mempunyai sifat-sifat fisika dan kimia yang sangat berbeda dengan tanah-tanah mineral.
Menurut Alihamsyah dan Ananto (1998) sifat lahan rawa mempunyai sifat marginal dan rapuh, maka dalam pengembangannya dalam skala luas perlu kehati-hatian. Kesalahan dalam reklamasi dan pengelolaan lahan mengakibatkan rusaknya lahan dan lingkungan. Ada beberapa pendekatan yang dapat ditempuh dalam rangka konservasi lahan gambut :
1.      Menanggulangi kebakaran hutan dan lahan gambut.
2.      Penanaman kembali dengan tanaman penambat karbon tinggi (tanaman pohon-pohonan).
3.      Pengaturan tinggi muka air tanah.
4.      Pemanfaatan lahan semak belukar yang terlantar.
5.      Penguatan peraturan perundang-undangan dan pengawasan penggunaan dan pengelolaan lahan gambut.
6.      Pemberian insentif dalam konservasi gambut.
Lahan gambut di Indonesia bisa di manfaatkan, baik di pertanian, non-pertanian maupun industri dan energi listrik. Pemanfaatan lahan gambut di Indonesia sudah dimulai sejak ratusan tahun yang lalu oleh petani Banjar di Kalimantan dan petani Bugis di Sumatera sebagai pioner (Noor 2001). Meskipun para petani hanya menggunakan alat sederhana. Hasil penelitiann yang di lakukan M. Noor menunjukkan bahwa produktivitas tanaman pangan (padi, palawija dan umbi-umbian termasuk holtikultura dan buah-buahan) di lahan gambut yang ada di Kalimantan baik gambut pasang surut maupun gambut pedalaman cukup beragam, dan memberi prospek yang baik. Namun produktivitas rata-rata tanaman pangan, yang di lahan gambut pasang surut relatif lebih tinggi daripada di lahan gambut pedalaman. Hal ini disebabkan karena di lahan gambut pasang surut memiliki tingkat kesuburan dan sifat kimia yang lebih baik.
Pemanfaatan gambut untuk keperluan lain yang sifatnya non-pertanian antara lain sebagai sumber energi atau pengganti bahan bakar minyak, sebagai bahan mentah industri, pengisi pot (medium tananaman), lembaran bahan isolasi (isolator) dan bahan pencampur pupuk untuk budi daya sayur-mayur. Beberapa produk seperti amoniak, alkohol (etanol dan metanol) dan juga lilin dapat dihasilkan dari gambut (Noor 2001).
Pemanfaatan gambut untuk industri dan energi listri banyak dilakukan oleh negara-negara Amerika, Rusia dan Eropa. Pemanfaatan gambut untuk energi listrik dihadapkan pada banyak kendala, terutama mutu gambut yang kurang baik (Noor 2001).
Pengelolaan lahan gambut yang berwawasan lingkungan sangat perlu dipraktekan mengingat lahan gambut merupakan salah satu lahan untuk masa depan apabila diperhatikan cara pengelolaan yang tepat. Menurut Sabiham (2007) melaporkan bahwa beberapa kunci pokok penggunaan gambut berkelanjutan : (1) Legal aspek yang mendukung pengelolaan lahan gambut, (2) Penataan ruang berdasarkan satuan system hidrologi, (3) Pengelolaan air yang memadai sesuai tipe luapan dan hidro topografi, (4) Pendekatan pengembangan berdasarkan karakteristik tanah mineral di bawah lapisan gambut, (5) Peningkatan stabilitas dan penurunan sifat toksik bahan gambut. Selain itu dalam pengelolaan lahan gambut haruslah didukung dengan teknologi budidaya spesifik lokasi dan ketersediaan lembaga pendukung. Salah satu upaya dapat dilaksanakan untuk memanfaatkan lahan gambut dan mengurangi resiko terjadinya kebakaran di lahan gambut/bergambut adalah memperpendek masa bera. Pengaturan pola tanam dan pola usahatani merupakan alternatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan intensitas pertanaman dan memperpendek masa bera. Pola usahatani yang diterapkan petani dapat berupa monokultur seperti padi – bera, padi dan palawija/sayuran, sayuran dan palawija, sayuran dan sayuran, sangat tergantung pada tipologi gambut.









BAB III
PENUTUP
1.1     Kesimpulan
            Konseravasi lahan gambut sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup manusia. Pemanfaatan dan pengelolaan yang baik juga dibutuhkan, agar lahan gambut tetap subur dan tidak terjadi kerusakan. Sehingga produktivitas tanaman pangan bisa meningkat, dan dapat membantu perekonomian Indonesia.










DAFTAR PUSAKA
Agus F dan Subiksa I G M, 2008. Lahan Gambut : Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah Badan Penelitian dan Pengembanagan Pertanian.
Alihamsyah T E E Ananto, H. Supriadi, I G Ismail dan D E Sianturi, 2000. Dwi Windu. Penelitian Lahan rawa: Mendukung Pertanian Masa Depan. Bogor (ID): Badan Litbang Pertanian Bogor.
Andriesse J P, 1974. The Characteristics, Agricultural Potential and Reclamation Problems of  Tropical Lowland Peats in Sount East-Asia. Amsterdam (nl): Royal Tropical Institue.
Carol C J P, Ganga G R dan Doris D, 2009. Pelajaran dari Desentralisasi Kehutanan: Mencari tata kelola yang baik dan Berkeadilan Asia-Pasifik. Bogor (ID): Center for International Forestry Research.
Noor M, 2001. Pertanian Lahan Gambut.Yogyakarta (ID) : Kanisius.
Radjaguguk B, 2003. Perspektif Permasalahan dan Konsepsi Pengelolaan Lahan Gambut Tropika untuk Pertanian berkelanjutan. Yoyakarta (ID) : UGM.
Sabiham S, 2007. Pengembangan Lahan Secara berkelanjutan Sebagai Dasar dalam Pengelolaan Gambut di Indonesia. Makalah Utama disimpulkan pada Seminar Nasional Pertanian Lahan Rawa di kapuas (ID). 3-4 juli, 2007



Copyright © 2009 Inrea's Note All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.